Pada kesempatan ini, saya mau cerita
petualangan saya beberapa saat yang lalu di suatu tempat yang bisa di katakan tiada duanya di dunia dan akhirat. Hehe...
Suatu perjalanan yang
tidak akan pernah lupa sampai kapanpun
karena begitu berkesan dan menancap dalam di hati dan perasaan. Bahkan sampai sekarang saya masih
bisa merasakan keindahan, keagungan dan kebesarannya yang masih tergambar jelas
di pikiran.
Perjalanan menjemput impian,
petualangan yang bukan sekedar petualangan, pendakian menuju puncak tertinggi tanah pulau
jawa, puncak Mahameru.
Diawali dari niat, keinginan,
dan seperti panggilan jiwa rasanya. Setelah
berbulan-bulan disibukkan dengan berbagai
aktivitas yang sambung menyambung terus nggak pernah ada hentinya. Beban
kuliah sebagai mahasiswa tingkat akhir yang tentu tidak ringan, skripsi, sidang
dan ujian akhir. Kegiatan kampus juga tidak henti hentinya luar biasa menguras
energi pikiran, tenaga dan perasaan saya sebagai pengurus waktu itu. Belum lagi
kegalauan memikirkan kekasih pujaan hati yang nggak jelas rimbanyaa, tabahkanlah hatimuu nak... :P hahaha...
Jadilah, bersama seorang
teman, sahabat senasib dan sepenanggungan, memutuskan untuk pergi merefresh diri dulu, supaya tidak stress dan bisa kembali semangat beraktivitas seperti semula. Kami putuskan waktu itu untuk pergi ke sana, Mahameru.
Waktu itu masih ingat sekali
hari jumat , kami berangkat dari kos menuju stasiun pasar senen sekitar jam 10.00,
kereta berangkat dari stasiun jam 14.05.
Jadi masih ada waktu untuk istirahat sebentar dan kami putuskan untuk sholat jumat di sana saja. Kami berangkat
naek kereta Matarmaja Ekonomi–AC jurusan Kotabaru, Malang. Harga tiket
Rp.151.000,- itu kami beli di indomaret
dengan sistem online. Kalo temen-temen ada yg mau ke sana bisa pesan langsung tp
jauh-jauh hari sebelumnya di stasiun senen, ada harga yang lebih murah Rp56.000,-
saja ka ekonomi, cocok lah untuk kantong
mahasiswa.
Mungkin karena akhir pekan ,jadi
lumayan suasana cukup padat ditambah cuaca kota Jakarta yang panas, membuat saya tidak
sabar dan ingin segera sampai di kota tujuan, Malang. Waktu itu saya lihat juga beberapa
rombongan dengan menggendong carrier-carries besar di punggung dan lumayan banyak
juga.
“Wah, banyak jg temen2 pecinta alam yang mau mendaki” pikir sy
Di atas 20 orang
lah dan sepertinya satu jurusan dengan kami. Kami sempat bertemu, bertegur sapa
sebentar dan ternyata benar mereka sama
satu jurusan dengan kami. #alhamdulillahdapettemen hehe
Karena gerbong kami berbeda, kami harus terpisah dan
menuju gerbong masing-masing. Dengan carrier besar 100 L di punggung, kami cukup jadi
pusat perhatian dengan mengenakan jaket hitam dengan logo merah putih di pundak
kanan dan topi almamater yang kami kenakan berseragam, seolah kami dikiranya aktivis
penyelamat lingkungan yang mengemban misi tugas negara. Padahal kami
adalah anak muda yang kadang juga masih suka galau yang ingin bertamasya ria
dan ingin mencari ketenangan dunia. Hahaha...
Di dalam kereta, meskipun
kami naek kereta AC, seperti tidak ada bedanya dengan kereta yang tanpa AC. Nggak
tau apa AC-nya yang kurang berfungsi normal atau memang saking panasnya cuaca
waktu itu. Entahlahh... Meskipun harga tiket yang kami beli hampir 3 kali lipat, kami
kiranya bakal dapat tempat yang lebih lah. Ternyata sama saja. Ya ada beda
sedikit. Dinikmati aja lah pikir saya waktu itu.
Dari
semenjak mulai masuk di stasiun sebenarnya saya berfikir. Sudah lumayan sih sebenarnya
perbaikan pelayanan PT KA, kalau di bandingkan dulu. Sekarang kalau masuk stasiun
aja kaya udah mau masuk bandara, check boarding pass, dll. Kalau belum jadwal nggak boleh masuk, tempat duduk di kereta 1 kursi juga cuma satu orang.
Jadi teringat dulu, waktu awal-awal pulang kampung dari Jakarta 3 tahun yang lalu. Coba naek
kereta pertama kali. Waktu itu diajak oleh seorang teman. Saya masih
ingat betul tiket cuma Rp. 24000,-. Gila ni 24
ribu perak Jakarta-Semarang. Dibandingkan biasanya kalau naek bus kan selisihnya
berlipat-lipat. Makanya mau nyoba, apalagi kalau pas lagi kena kanker-> kantong
kering, lumayan penghematan. Hehehe.
Dan ternyataaa setelah naek, Wow, bener-bener dah. Bener-bener sesuai sama harganya. Sudah penuh sesek, berdiri, dan gak bisa
gerak. Bayangin 12 jam malem-malem berdiri di kereta kaya apa rasanya. Dapat sandaran itu aja udah untung bangett, duduk itu juga gantian pas sampai tegal. Pokoknya tersiksa. Sampe rumah masuk angin! Nggak mau lagi! Titik.
Sekarang
si sudah lumayan lebih rapi lah walaupun masih banyak kekurangan yang perlu
perbaikan di sana sini. Ya kita dukung sajalah apapun program pemeritah melalu
dinas-dinasnya untuk memperbaiki negeri yang lagi kena ujian ini. Kalu bisa sebagai warga negara yang baik ikut berkontribusi juga sesuai dengan kemampuan dan kebisaan kita di bidang dan
instansi kita masing-masing. Bukan hanya terus menyalahkan dan menjelek-jelekkan
negara atau instansi kita sendiri!
Itu rasanya "seperti meludah ke sumur yang tiap hari
airnya kita minum" *kata pepatah
Lanjut
lagi deh. Perjalanan di kereta yang sangat panjang dan cukup membosankan. Untungnya
waktu itu saya bawa buku, lumayan lah buat mengisi kekosongan. Di temani buku
karya Isa Alamsyah yang judulnya "No Excuse", cukuplah membuat saya termotivasi dan
terispirasi dari cerita-cerita yang ada di dalamnya. Inti pelajaran dari buku itu, Banyak dari kita mencoba
mencari alasan untuk setiap hal yang menurut kita sulit, atau tidak mampu, dan menganggap
kita wajar untuk merasa gagal. Padahal banyak orang-orang sukses yang menjadikan kelemahannya dan kegagalan sebagai langkah awal untuk menuju
kesuksesan. NO EXCUSE!
Setelah
perjalanan melelahkan selama 18 jam di kereta kami akhirnya sampai juga di stasiun Kotabaru, Malang pukul 8.15 di keeesokan harinya. Singkat cerita dari stasiun kami sewa
angkot menuju Pasar Tumpang, perjalanan sekitar 45 menit. Kami istirahat sebentar
menghilangkan rasa cape karena perjalanan jauh, sempat mengisi perut biar gak
kosong dan juga mencari logistik untuk perbekalan kami nanti di sana. Seusai
dzuhur kami bersama rombongan para pendaki gunung Semeru melanjutkan perjalanan
menuju pos pendakian yaitu di Pos Ranupane. Perjalanan memakan waktu 2 jam
dengan menggunakan truk pengangkut sayuran yang biasa di sewa oleh para pendaki atau bisa juga menggunakan jib.
Waktu itu ternyata banyak juga pecinta alam yang akan mendaki jadi kami naek truk bersama banyak rombongan, ada yang dari Jakarta, Malang dan daerah-daerah lainnya.
|
( Truck yang kami gunakan untuk menuju Ranupane) |
Oya temen-temen, untuk syarat
administrasi pendakian jangan lupa bawa foto copy KTP beserta surat kesehatan, sama untuk pendaftaran itu Rp 7000,- dan asuransi Rp.5.000,-. Nanti sebelum mendaki kita harus lapor
terlebih dahulu ke petugas yang berada di pos untuk keamanan dan untuk
ketertiban aja.
Oya sekedar saran aja, untuk
temen-temen yang mau mendaki ke sana jangan lupa perlengkapan standart untuk naek
gunung untuk di bawa, seperti: baju hangat, sleeping bag, sepatu/sandal gunung, makanan
logistik dsb. Penting juga jangan sampai lupa bawa sunblock biar muka nggak pecah-pecah, masker, dan kacamata juga
untuk keamanan. Karena kalau lagi musim kemarau debu sama pasir berterbangan ke
mana-mana. Kemudian yang wajib dan yang harus dibawa setiap naek gunung, tentunya
kamera untuk mengabadikan momen dan keindahan di sana. Dan tentu jangan lupa bawa baterai cadangan! Biar puas foto2nya. hehe... Trus
terakhir ni yang banyak diremehkan dan dianggap sepele tetapi sangat penting! Jangan lupa deh bawa entrostop, atau tai ping san, atau norit, atau oralit, atau diapet, atau ekstrak daun jambu, atau apa ajaa deh
kalo perlu daun jambu sama pohon-pohon jambunya juga sekalian di bawa.! tau kann??? hhe. Biar nanti nggak bikin
jejak di mana mana! :P *pengalaman hahaha.....
Perjalanan dari pasar
tumpang ke pos ranupani kita akan disuguhi pemandangan perbukitan tebing
terjal dan pegunungan yang memanjakan mata. Belum lagi liat kebun-kebun apel
penduduk warga dan yang paling takjub nantinya adalah melihat hamparan padang
pasir yang membentang di kawasan gunung Bromo. Karena kemaren masih musim kemarau banyak pepohonan yang meranggas dan dan ilalang ilalang kering bahkan sebagian ada yang
menunjukkan bekas ada terbakar.
( padang pasir gunung bromo)
( pepohanan yang kering dan seperti bekas terbakar )
Setelah mendaftar dan
menyelesaikan administrasi di pos Ranupane, habis asyar kami langsung berangkat. Bersama rombongan dari
pecinta alam Lampea, Pasar Minggu yang kebetulan dari stasiun Malang kita selalu bersama, sepakat berangkat menjadi satu
kelompok. Karena untuk pendakian harus rombongan minimal 3 orang katanya untuk keamanan, makanya kami berdua
bergabung dan akhirnya nanti sepanjang perjalanan kami selalu bersama 8 orang dan nggak tau kenapa baru kenal langsung akrab gitu aja bahkan sampai turun gunung dan sampai sekarang. Ya mungkin karena sesama jiwa
petualang. Sebelum perjalanan pendakian yang sesungguhnya kita akan di sambut gapura selamat
datang bagi para pendaki gunung semeru dan titik perjalanan pendakian dimulai dari sini!.
(pos ranupane)
(berfoto di gapura selamat datang para pendaki gunung semeru)
Setelah melewati beberapa tanjakan dan turunan dan sempat beberapa kali istirahat di setiap pos
peristirahatan untuk minum atau sekedar ambil nafas. Dengan kabut yang cukup tebal dan udara dingin yang cukup menusuk kulit, kami akhirnya sampai di Ranukumbolo jam 20.00 malam. Karena tidak mungkin dan
terlau resiko kalau melanjutkan perjalanan kami akhirnya memutuskan untuk
ngecamp dan menggelar tenda di pinggir danau Ranukumbolo.
Setelah selesai memasang tenda, dan menjamak
sholat maghrib dan isya. kami tepar dan memutuskan untuk langsung tidur aja. Nggak sempet lagi mikirin makan malam, dsb. Mungkin akumulasi rasa cape yang belum hilang habis perjalanan panjang Jakarta-Malang di tambah pendakian sekitar 5 jam yang cukup menguras tenaga kami.
Pagi harinya, Minggu, jam 4 pagi. Badan saya rasanya menggigil, padahal waktu itu sudah pakai baju hangat double dan
sleeping bag. Namun akhirnyaa saya paksakan saja untuk bangun tayammum dan memutuskan sholat subuh di dalam tenda
aja, karena saking dinginnya. *padahal di depan gak kurang dari jarak 5 meter ada air berlimpah ruah. hahahaha....
Pikir saya waktu itu, bolehkan kita bisa mengambil rukhsoh(keringanan) yang
di berikan-Nya, kalau ada hal/ perkara yang menghalanginya. Kalau bisa ambil jalan
yang mudah kenapa harus dipersulit??? Righttt?
Setelah menunaikan kewajiban
sholat subuh, karena keinginan lihat
pemandangan pagi hari di ranukumbolo dan melihat sunrise di sela-sela bukit, akhirnya sy putuskan keluar tenda meskipun melawan rasa dingin yang benar-benar menusuk tulang, dinginnya ituu, Brrrrrrr....Luarrr biasaa...!!! Dan akhirnyaaaaaaaa............
"Subhanallaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh..........."
Cuma itu yang bisa sy ucapkan. Speachlessss....tidak bisa
berkata kata lagi sy.
Rasa cape, ngantuk, dan letih seakan hilang begitu saja saat menikmati indahnya pemandangan yang disuguhkan di depan mata, seperti serasa di alam lain. Beneraann!!!.
Mungkin inilah alasan kenapa para pendaki yang pernah ke sini, ingin dan akan kembali lani ke sini suatu waktu nanti. Ucapan syukur yang tiada hentinya saya panjatkan atas kenikmatan dan kekuatan yang diberikan-Nya, saya bisa menyaksikan keindahan seperti ini.
Hembusan
angin superr dingin dengan suhu saya perkirakan 3-8 derajat pagi itu, sampe ada
butir-butir es di atas tenda kami, tidak menyurutkan saya untuk mengabadikan momen itu dengan
kamera kodak kesayangn. Dan inilah beberapa hasil jepretan saya di ranukumbolo yang bisa saya bagikan ke temen-temen semua.
(kabut ranukumbolo)
(sunrise di sela sela bukit)
(ngecamp di pinggir ranukumbolo)
(mana yang asli? mana yang bayangan? :P)
(view dari dalam tenda)
(landskape ranukumbolo 1)
(landskape ranukumbolo 2)
Cukup sekian dulu deh ceritanya. Kelanjutannya mudah-mudahan bisa disambung lagi, hehe. Masih banyak yang
belum saya ceritakan nih, mulai dari mitos tanjakan cinta, "lost in africa" di padang oro-oro ombo, kalimati yang katanya angker. Dan yang paling
seru dan mendebarkan tentunya bagaimana perjuangan Summit Mahameru yang fenomena dan legendarisl itu. Bersambung...