Apa kabar sobat semua??! Semoga tetap semangat dalam mengarungi samudera kehidupan ini. Ingat,
apapun aktivitas yang kita lakukan, jangan lupa untuk diniatkan untuk mencari
ridho Allah SWT. Baik itu belajar, bekerja atau aktivitas apa pun apabila kita berniat
dalam hati untuk mengharap ridho-Nya, insyaallah amalan tersebut juga akan
bernilai ibadah dan mendapat balasan pahala. Sepakatt??!
Pada kesempatan ini saya mau
melanjutkan lagi cerita petualangan saya menjemput impian di Mahameru. Sudah
menantikan kelanjutan cerita ini ya??? Hehehe,
Sabar dulu...
Impian.
I – m – p – i – a – n . Dari kemarin saya selalu membicarakan suatu topik, yaitu impian.
Perjuangan menjemput impian, perjalanan mewujudkan impian menjadi kenyataan,
dsb. Sebenarnya
apa itu impian??? Mungkin ada yang nanya.
Boleh
saya jawab? Kalau saya tidak punya impian, saya tidak akan susah payah pergi jauh-jauh
sampai ke Malang, tidak akan mengorbankan waktu berhari-hari masuk hutan, tidak akan merelakan kaki untuk berjalan jauh berjam-jam, dan menguras peluh keringat, belum rasa cape, membawa beban yang tidak ringan naek ke
atas gunung. Belum ditambah lagi melawan rasa kantuk, hawa super dingin yang menusuk tulang, bahkan
sampai menantang maut dan tetap saja berangkat ke Puncak tertinggi Mahameru
dengan keyakinan, tekad dan semangat. Tentunya, tidak mungkin saya korbankan itu
semua kalau tidak ada tujuan yang ingin dicapai.
Buat apa sih susah-susah
naek gunung begitu? Nggak ada gunanya ?! Apa manfaatnya??? Mendingan tidur,
nyenyak, nonton tv di rumah.! *pertanyaan orang awam yang tidak pernah tau
akan nilai perjuangan, kesabaran, dan suatu pengorbanan menghadapi tantangan!
Perhatikan perkataan Bapak Palang Merah Dunia, Sir Henry Dunant berikut
ini:
"
Sebuah negara tidak akan pernah kekurangan seorang pemimpin apabila anak
mudanya sering berpetualang di hutan, gunung, dan lautan. ”
Bukan orang sembarangan yang
mampu keluar dari zona nyaman. Bukan orang biasa yang berani meninggalkan rutinitas
keseharian, keluar dari kesenangan yang melenakan. Kasur nan empuk di rumah,
meninggalkan gadget, televisi, sosial media, dan hiburan lainnya untuk rela
bersusah-susah, berjuang keras dengan penuh kesabaran, dan pengorbanan
meninggalkan itu semua. Tentu tujuannya adalah satu untuk meraih kesuksesan.
Suatu bentuk pencarian jati diri, pencarian hakikat dari arti kehidupan. Mencari
jawaban atas semua pertanyaan kenapa kita hidup dan alasan kita berada di
dunia. Dan akhirnya nanti kita akan terpuaskan dengan jawaban dari semua pertanyaan.
Kesadaran yang akan menancap dalam, di hati sanubari akan kebesaran dan
keagungan Allah SWT. Bahwa sedemikian kecilnya
diri ini. Kita, manusia tidak ada apa-apanya di hadapan Allah SWT. Bahkan tidak lebih kecil dari sebutir debu
di dalam luasnya alam semesta ini.
Kembali lagi deh, malah
kemana-mana jadinya. hehehe
Lalu apa yang menjadi impian
saya di Mahameru??? Apakah cukup menginjakkan kaki di sana, titik tertinggi pulau
Jawa? Ahh, tidak hanya itu. Terus apa dong? Nanti sambil baca ceritanya akan
ketemu jawabannya. Hehe
Terakhir, kami sampai di Pos
Kalimati. Sebuah lembah berpasir dan berbatu dimana di depan pos kalimati ini
terdapat padang yang cukup luas yang ditumbuhi banyak sekali tanaman edelweiss.
Dari sini, kita bisa menyaksikan Puncak Mahameru, yang terlihat seperti gundukan batu pasir maha raksasa yang begitu besar dan berwibawa di atas sana.
|
( view Mahameru dari depan pos kalimati) |
Hari menjelang senja. Kami
pun beristirahat untuk mengembalikan stamina yang terkuras setelah berjam-jam
perjalanan yang cukup melelahkan. Belum lagi persiapan untuk "Summit of Mahameru" yang kami rencanakan nanti tengah malam. Setelah berdiskusi dengan rombongan dan
sesama pendaki lainnya diputuskan, kami akan berangkat “Summit of Mahameru”, jam sebelas malam. #WuihhNiatBanget
Hal itu kami lakukan dengan
beberapa pertimbangan. Mengingat warning
dari pendaki senior yang sudah berpengalaman, dimana harus sampai
puncak sebelum jam 8 pagi, untuk menghindari gas beracun yang disemburkan oleh kawah
Mahameru. Perjalanan biasa normal memakan waktu kurang lebih 6 jam. Sebelum
siang, juga harus sudah turun lagi untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan. #KeselamatanItuYangUtama
Waktu yang ada, benar-benar saya gunakan untuk beristirahat di dalam tenda. Baju hangat double, sarung tangan, kaos kaki,
kupluk, sleeping bag, semua saya kenakan supaya benar-benar bisa nyaman untuk istirahat.
“Nanti jam 10 malam harus sudah bangun untuk mempersiapkan semua perlengkapan”,
pikir saya
Untuk pendakian kali ini
cukup bawa tas kecil atau backpack aja. Sangat tidak memungkinkan
dan bahaya malah kalau mau bawa carrier.
Jangankan bawa carrier, bawa diri aja susah. hehe
"Dua botol aq*a kecil sudah, roti buat sarapan sudah, kamera siap, baterai
cadangan full, bendera merah putih oke, senter oke, slayer siap, kacamata,
hansaplast, topi almamater, dan tisu
basah....!”
“Ahh, siap semua..! ” cukup dan saya langsung masukkan semua amunisi
ini ke tas.
“Kaos, jaket almamater, baju hangat 2 lapis, kaos kaki 2 lapis, celana training 2 lapis, kaos
tangan, masker, headlamp dan kupluk...!” cukup dan langsung saya kenakan semua. #lengkapbangettt hehe #iyadong
Setelah selesai mengecek
perlengkapan yang akan kami bawa, dan membuat roti bakar dan meneguk secangkir kopi jahe
hangat kami pun keluar tenda.
“Brrrrrrrrrrrrrrrr....,
dinginnnyaa ituuu.........." #pasangkupluk
“Wusssshhhhhhhhhhhhhhh,
Wusssshhhhhhhhh” #anginkenceng
Di luar tenda, nampak dalam remang-remang
cahaya api unggun yang tidak begitu terang di dalam kegelapan lembah kalimati
dengan angin yang cukup kencang, sudah banyak pendaki lain yang sudah berkumpul
membentuk lingkaran-lingkaran kecil. Ada yang briefing dan mempersiapkan
perlengkapan yang akan dibawa. Ada yang mengelilingi api unggun, sambil
nyanyi-nyanyi berangkulan menghimpun kehangatan, lumayan sedikit mengurangi efek dari angin super dingin yang menembus kulit
meskipun sudah mengenakan jaket berlapis-lapis.
“Ohhh,
indahnya persahabatan di lembah Mahameru.”
Segera saya pun bergegas,
bergabung dengan rombongan. Lumayan banyak para pendaki yang melakukan
pendakian mahameru malam ini. Saya perkirakan 50-an lebih. #lumayanbanyaktemen
Jam sebelas kurang 15 menit.
Kami semua berjalan bercahayakan sinar senter menuju ke padang yang lebih
luas. Di sinilah semua pendaki berkumpul, membentuk kelompok-kelompok.
Setelah briefing oleh salah
seorang pendaki senior, bagaimana track yang akan di hadapi, menyampaikan
beberapa pesan, jangan terpisah dari rombongan, tetap berpositive thinking, dan
jangan sampai tertidur, dsb. Kami pun akhirnya menundukkan kepala, berdoa sebelum perjalanan
pendakian malam ini. Memohon kepada Allah SWT, Sang Pencipta dari Keagungan
Alam raya ini supaya diberikan keselamatan dan kemudahan agar sampai dan
kembali dari puncak dengan selamat.
“Bismillahitawakkaltu‘alallaaah........”
“Berangkaaaaaaaaaaaaat
!!!”, jam sebelas lebih lima menit kala itu.
Melewati jalan berpasir dalam
malam gelap yang pekat dengan pandangan mata yang terbatas. Sejauh mata
memandang, yang nampak hanyalah ribuan partikel debu berjatuhan terkena cahaya sinar senter. Sempat menuruni lembah, kemudian track
mendaki yang berdebu dan berpasir dalam gelapnya hutan lembah mahameru. Akhirnya,
setelah satu jam pendakian kami sampai di Pos “Arcopodo”. Arco artinya arca, sedangkan podo
itu artinya sama atau kembar. Berarti arca kembar. Katanya ada arca kembar itu di sini. Tapi entahlah,
saya nggak menemukan ada arca di pos ini. Yang ada malah tugu kecil seperti batu
nisan, “in memoriam”, untuk mengenang
para pendaki yang telah meninggal di sini. Lumayan menyeramkan.
Setelah sebentar
beristirahat, ambil nafas, perjalanan pun dilanjutkan. Semakin ke atas udara
rasanya semakin tipis, jadi agak susah untuk bernafas. Masker yang saya kenakan
pun saya buka tutup. Kadang saya basahin pakai air, supaya debu-debu yang
berterbangan ini tersaring sebelum masuk rongga hidung. Saya memutuskan untuk
berjalan lebih cepat dari yang lain. Nggak tau ada dorongan apa kala itu. Saya berada di barisan paling depan, mengawal rombongan 50 orang lebih pendaki.
“Sebelum
subuh harus sudah sampai pokoknya...!” tertanam di benak saya
Setelah berjalan beberapa
menit, kami pun sampai dibatas vegetasi, pepohonan terakhir hanya sampai di
sini. Di atas sana tidak ada lagi pepohonan. Sejauh yang dijangkau cahaya lampu
senter, yang nampak hanyalah bongkahan batu super raksasa, jalan setapak dengan
batu kerikil dan pasir di mana-mana. Track kali ini benar-benar sangat berbeda dan
benar-benar yang namanya mendaki itu mungkin seperti ni. Untung waktu di pos
Arcopodo saya menemukan tongkat sepanjang 2 meter. Pas sekali sama tinggi badan
saya. Bisa membantu menjaga keseimbangan waktu berjalan di gundukan pasir yang
sewaktu-waktu bisa longsor kapan saja.
Pendakian kali ini harus
benar-benar fokus. Kemiringan medan yang mencapai 70o dengan batu
pasir di mana-mana seperti itu, menuntut mata harus lebih awas. Jejakan kaki
yang juga harus mantap. Leher yang
selalu mendongak ke atas, melihat medan. Jangan sampai lengah terkena batu,
pasir dan kerikil yang bisa longsor kapan saja. Kalau ragu-ragu, tidak yakin
melangkah atau salah pijakan bisa saja terpeleset atau tertimpa longsoran, atau
bisa juga terjebur ke jurang yang berada si kanan kiri jalan setapak ini. Menjejakkan
kaki maju 3 langkah, longsor turun lagi 2 langkah. “ hop... hopp... hopp...!” tancap tongkat di depan sebagai
pegangan. Terus bertahan dan terus berjalan. Hanya itu yang saya lakukan.
Sesekali saya menengok
kebelakang terlihat puluhan cahaya kecil senter bergerak merangkak lambat
sekali. Saya berada di paling depan 10 meter diatas rombongan. Semakin ke atas,
angin gunung super dingin terasa semakin kencang, berhembus dari sebelah
kiri. Tubuh saya yang cukup besar pun rasanya mau roboh terbawa tiupan angin yang
sangat kencang itu. Udara juga rasanya semakin tipis, jadi susah sekali untuk
bernafas. Mau buka masker debu di
mana-mana, tutup masker rasanya sesak, ahh serba salah. Pantaslah, ketinggian waktu
itu sudah mencapai 3000 meter lebih. Hidung saya rasanya nggak mau di ajak kompromi,
mengeluarkan cairan yang tidak ada habis-habisnya. Udara pun rasanya semakin
dingin, bisa mencapai 5 derajat suhunya.
Berjalan dalam kegelapan
malam yang sangat pekat membuat semua pendaki hanya bisa terdiam. Semua fokus menjejakkan kaki di medan batu berpasir, menghela dan mengatur nafasnya masing-masing. Tidak sempat lagi mau ngobrol satu sama lain.
Setelah sekian lama mendaki, sempat beberapa kali terjatuh dan terpleset terkena longsoran pasir yang
terinjak, sampai juga di bebatuan yang cukup besar. Saya putuskan untuk
isitirahat sebentar, mengatur nafas yang terengah-engah, meneguk minum untuk
membasahi tenggorokan dan membenahi dan membasahi masker yang saya kenakan. Dari
atas sini, di tengah keputusasaan dan kebosanan berjalan berjam-jam tidak
sampai-sampai juga, Sang Pencipta menghibur saya dengan menyuguhkan pemandangan
yang luar biasa indahnyaa.
“Subhanallaaaaaaaaaaahhhhh..............................”
Tidak ada lagi
kata yang bisa sy ucapkan. Speachlesssss...
Mendongak ke atas, langit
malam yang sangat ceraaaaah sekali, berhiaskan jutaan bintang yang bertaburan dimana-mana.
Buanyaakk sekaliii........,
baru kali ini melihat bintang rasanya dekat seperti ini.
Menoleh ke kanan, nampak lampu-lampu
kota yang berkilauan di sana.
Belum lagi di tambah sabit
nan indah tersenyum manis menemani perjalanan saya kala itu.
Manis sekalii dibandingkan
biasanya....
“Ohhh, indahnyaaa mahakarya-Mu .....”
Dalam perjuangan yang benar-benar
menguras tenaga. Rasa capek, lelah, melawan hawa dingin yang menyiksa. Dalam keheningan diantara gelap malam yang pekat di tengah hutan batupasir raksasa. Kecil sekali rasanya diri ini. Kala itu tidak ada lain yang ada di pikiran kecuali hanya Sang Pencipta,
Allah Ajja Wa Jalla. Ucapan rasa syukur tiada henti atas nikmat dan karunia-Nya. Syukur atas nikmat umur dan hidup yang diberikan-Nya. Syukur atas orang-orang terkasih yang selalu mendoakan dan selalu ada di kala susah. Syukur atas sahabat-sahabat terbaik yang selalu mendukung dan memotivasi. Dan bersyukur atas kesempatan bisa menikmati panorama alam mahakarya-Nya yang luar biasa ini.
Saya langsung teringat hafalan
surat Al-Mulk yang tengah saya hafal waktu itu. Sambil berjalan mendaki dalam
kegelapan. Lantunan surat Al Mulk ini menemani saya di sepanjang perjalanan,
dst........
“(1) Mahasuci Allah yang menguasai (segala)
kerajaan, Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu (2) Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji
kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha
Pengampun (3) Yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Tidak akan kamu
lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih. Maka
lihatlah sekali lagi adakah kamu lihat sesuatu yang cacat?.... (5) Dan
sungguh, telah Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang..... (15) Dialah
yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di
segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya
lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan” (Al Quran: Al- Mulk)
Setelah berulang-ulang melantunkan ayat yang sangat indah ini. Setelah berulang kali istirahat, ambil minum, ambil nafas, dan sempat juga berbagi makanan dan minuman
dengan beberapa pendaki. Setelah berulangkali pula terjatuh, terperosok dalam longsoran pasir, bangkit, jatuh, dan bangkit lagi. Akhirnya, sampailah di hamparan pasir dan bebatuan yang sangat luas. Iya, sampai juga di Puncak Mahameru 3776 mdpl. Di puncak kala itu masih gelap yang nampak
hanya semburat jingga kemerahan di ufuk timur. Indah sekaliii..
|
(semburat jingga di ufuk timur mahameru) |
Hati saya bergetar hebat. Tidak terasa mata berkaca-kaca, air mata pun menetes begitu saja. Tidak ada yang saya lakukan kecuali memanjatkan
puji syukur atas hidup dan karunia-Nya bisa sampai di sini.
Segera saja saya lepas
masker, syal, semua atribut yang saya kenakan. Segera saya ambil posisi, bergegas
mengagungkan kebesaran Sang Pencipta. Dengan tubuh menggigil,
kaku dan bergetar sejadi-jadinya melawan dingin yang menusuk sampai sumsum tulang. Saya kumandangkan adzan subuh dengan
sekeras-kerasnya,
“Allahhuakakbar Allaaaaahuakbar...”
“Allaaaaaaahhuakakbar Allaaaaaaaaaaaaaaahuakbar...”
.....................................
Alangkah bahagia sekali
waktu itu. Tidak peduli angin sangat
kencang super dingin, suhu berkisar 0-3o. Dingin sekali. Jaket
berlapis-lapis yang saya kenakan pun rasanya tidak ada pengaruh, rasanya tetap saja
seperti nggak pakai baju. Benar-benar menusuk-nusuk tulang.
“Alhamdulillaaahhhh.....
Segala puji bagi-Mu Ya Allah Tuhan Seru Sekalian Alam ‘
Salah satu impian saya di Mahameru,
mengumandangkan adzan di Puncak tertinggi, salah satu penyangga langit negeri, terwujud
menjadi kenyataan.
|
(Impian pertama: mengumandangkan adzan di puncak tertinggi) |
“Tidak
ada yang lebih indah di dunia ini selain
melihat impian kita terwujud menjadi kenyataan! Luaar Biasaaa!!! “
Dengan kamera kodak
kesayangan, saya abadikan semua moment keindahan di puncak ini. Tidak saya lewatkan
satu moment, bahkan dalam hitungan detik sekalipun. Mata rasanya tidak mau
terpejam menikmati pemandangan yang luar biasa ini. Keindahan dan kemegahan Mahameru,
sunrise, awan-awan putih, dengan langit biru cerah, secerah-cerahnya yang
membentang di sejauh mata memandang, serta panorama alam perbukitan di sekitar
Mahameru.
Bahkan kawah “Jonggring Saloka” yang setiap saat mengeluarkan
letupan-letupannya itu pun tidak saya lewatkan dan berhasil saya abadikan semua. Berjalan diantara bebatuan, mengelilingi hamparan pasir berbatu Mahameru
dari ujung ke ujung.
|
(hamparan pasir berbatu dan langit biru cerah di mahameru) |
Puaass sekali rasanya. Oya, Impian saya yang kedua di puncak Mahameru pun terwujud. Berfoto dengan
menggunakan pakaian kebesaran jaket almamater dengan mengibarkan dwiwarna merah putih dengan backround sunrise di puncak tertinggi, Mahameru
juga menjadi kenyataan. Girang sekali saya waktu itu! Rasa
lelah, capek, ngantuk, perjuangan menguras energi berhari-hari, setelah terjatuh, terpeleset, terperosok ke longsoran pasir berulang kali terbalas sudah, tuntas
tas..tass.... semuanya berganti menjadi bahagia
yang membuncah.
Tidak ada kata yang bisa lagi saya ucapkan untuk menggambarkan kebahagian saya selain itu. Indaaah sekali rasanya...
|
( Impian kedua: mengibarkan merah putih di mahameru dengan backround sunrise) |
Dua impian sederhana yang mungkin biasa bagi orang lain, tetapi itu menjadi energi luar biasa bagi saya untuk jadi yang terdepan. karena kenyataannya, tidak banyak yang sampai di Puncak kala itu, apalagi yang dapat moment sunrise. Hanya sebagian kecil, yang punya kemauan dan tekad saja lah yang sampai di puncak mahameru ini.
Semua karena kekuatan impian
dan cita-cita. Percaya akan keajaiban doa, keinginan yang kuat, keyakinan yang
menancap dalam hati menjadi energi super yang tak terbatas akan mendorong kita
melesat jauh ke depan.
Terakhir menutup cerita petualangan saya ini, mengutip tulisan Doni
Dirgantoro dalam novelnya “5 cm”
“...mimpi-mimpi
kamu, cita-cita kamu, keyakinan kamu, apa yang kamu mau kejar taruh di sini” , menggantung
mengambang di depan kening kamu.
“Cuma
kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat
lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya,
leher yang akan lebih sering melihat ke atas.”
“Lapisan
tekad yang seribu kali lebih keras dari baja..”
“Dan
hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya...”
“Serta
mulut yang akan selalu berdoa...”
Bermimpilah! Seberapa besar
mimpimu itu mencerminkan seberapa besar keyakinanmu akan Kuasa Tuhan untuk
mewujudkan mimpi-mimpimu.
Sekian,
Salam
Berikut bonuss beberapa jepretan saya di Mahameru yang bisa saya bagikan ke temen-temen semuaa....
|
( fajar menyingsing dari puncak mahameru)
|
|
( sunrise mahameru 1) |
|
( sunrise mahameru 2) |
|
(landskape kawah jonggring saloka) |
|
(landskape panorama perbukitan dari puncak mahameru) |
|
( view perbukitan dari puncak ) |
|
(hamparan batu pasir di puncak) |
|
(kawah jonggring saloka yang tengah mengeluarkan awan panas) |
yang terakhir, terbongkarlah identitas sy, hehe ^_^
|
( berfoto di tugu mahameru 3676 mdpl ^ ^ ) |